Selamat Idul Adha

ShoutBox

Top Download

Visi dan Misi SD Islam Terpadu Az-Zahra


Visi
Membangun Generasi Muslim yang Cerdas, Unggul dan Berkepribadian Islam.

Misi
Menyelenggarakan Pendidikan Sekolah Dasar yang Memadukan Aspek Kecerdasan Akal, Kepribadian Islam dan Kesehatan Jasmani.

Tujuan
1. Menjadikan Sekolah Islam Terpadu yang Bercirikan Islam dengan Aqliyah dan Nafsiyah Islam
2. Membentuk Generasi Muslim yang Sehat Jasmani dan Berdaya Saing Tinggi

Out Bond 2009 di Malabar








Iftitah Kepala SD Islam Terpadu Az-Zahra


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Di tengah-tengah krisis dan arus globalisasi yang deras, Yayasan Islam Az-Zahra Majenang merasa terpanggil untuk membentuk anak-anak muslim menjadi generasi yang unggul dan kompetitif yang memiliki aqidah yang lurus, akal yang cerdas, akhlaq mulia dan amal yang salih, yang istiqomah di jalan agamanya melalui pendidikan formal.


Untuk merealisasikan harapan di atas kami melakukan kerjasama yang baik, dan dukungan semua elemen masyarakat. Sehingga system pendidikan yang dijalankan dapat berlangsung secara efektif dan bermanfaat bagi terwujudnya siswa-siswi yang mempunyai akhlaqul karimah.

Blog ini bertujuan sebagai sarana informasi yang cukup efektif dalam memberikan informasi pada masyarakat luas bahwa kami ada untuk memberikan yang terbaik sesuai harapan masyarakat khususnya wali santri (siswa-siswi). Insya Allah kami membuka forum dialog dan kritiknya dari pengguna semua yang dapat memberikan inspirasi dan masukan bersifat konstruktif. Wallahu a’lam.

Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Tim Robot D4=S1 Siap ke Jepang


SURABAYA -- Tim Robot D4=S1 dari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Sabtu (18/7) melakukan latihan terakhir sebelum berangkat ke kontes robot internasional ABU Robocon 2009 di Tokyo, Jepang, Agustus. "Insya Allah kami siap. Kami sudah melakukan renovasi dan inovasi pada robot agar mampu berlaga di Kontes Robot Internasional 2009," kata pembimbing tim robot, Fernando Ardilla, S.ST.
Tim yang beranggotakan enam orang itu telah membuat ulang semua robot yang dibawa ke ajang pertandingan internasional, termasuk menambah kecepatan, mengingat rata-rata kecepatan robot lawan mulai start hingga finish di bawah 30 detik. "Kami sudah berusaha dan sekarang tinggal doanya, karena kami tidak pernah meremehkan kemampuan lawan. Semua lawan bisa dikatakan tangguh, mengingat mereka semuanya juara nasional di negaranya masing-masing," katanya.

Rencananya robot akan diangkut menuju ke Tokyo minggu ini, sedang tim D4=S1 akan menyusul pada 19 Agustus mendatang. Sementara itu, Direktur PENS Ir Dadet Pramadihanto, M.Eng, PhD pun tampak duduk akrab bersama tim robot yang sedang melakukan persiapan terakhir di tengah lapangan. Ia memberi motivasi dan berbagai masukan untuk perbaikan robot dan mental tim.

PENS-ITS mewakili Indonesia ke Jepang setelah tim D4=S1 menang dalam Kontes Robot Indonesia, Kontes Robot Cerdas Indonesia, dan Kontes Robot Seni Indonesia (KRI-KRCI-KRSI) 2009 di Graha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 14 Juni lalu. Robot D4=S1 dari PENS-ITS melaju ke babak-babak berikutnya dalam KRI itu dengan mengalahkan lawannya di hampir semua pertarungan, dan mampu mencapai gol atau memukul ketiga beduk dengan sempurna.

Pada pertarungan babak final KRI 2009, tim D4=S1 bertemu tim Patriot (UGM Yogyakarta). Dalam final itu tim D4=S1 dari PENS-ITS yang biasanya selalu mulus mencapai gol, justru sempat mengalami error pada robot traveler saat akan memukul beduk. Sedangkan tim Patriot sudah semakin mendekati di belakangnya. Namun, tim D4=S1 segera sigap melakukan retry, sehingga robot tim D4=S1 berhasil mencapai gol dengan memukul ketiga beduk secara sempurna. Dengan gol pada detik ke-52, tim D4=S1 dari PENS-ITS akhirnya keluar sebagai juara pertama.ant/bur
sumber:http://republika.co.id

Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan Pengantar Bahasa Inggris

Isu globalisasi saat ini menuntut sumberdaya manusia yang berkualitas dan mampu berkomunikasi dalam berbagai bahasa asing terutama Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Keahlian berbahasa asing ini diperlukan untuk menguasai ilmu pengetahuan, memiliki pergaulan luas dan karir yang baik.

Hal ini membuat semua orang dari berbagai kalangan termotivasi untuk mengusai Bahasa Inggris.Kecenderungan masyarakat akan penguasaan bahasa asing tersebut, membuat berbagai lembaga pendidikan saling berlomba membuat program yang memasukan Bahasa Inggris sebagai salah satu keahlian yang dikembangkan. Termasuk lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD). Hal ini berdasarkan asumsi bahwa anak lebih cepat belajar bahasa asing dari pada orang dewasa (Santrock, 313: 2007). Sebuah penelitian yang dilakukan Johnson dan Newport, 1991 (Santrock, 313:2007) menunjukan bahwa imigran asal Cina dan Korea yang mulai tinggal di Amerika pada usia 3 sampai 7 tahun kemampuan Bahasa Inggrisnya lebih baik dari pada anak yang lebih tua atau orang dewasa.

Penelitian lain yang menyatakan kebermanfaatan menguasai bahasa asing lebih dini, dinyatakan Mustafa (2007), bahwa anak yang menguasai bahasa asing memiliki kelebihan dalam hal intelektual yang fleksibel, keterampilan akademik, berbahasa dan sosial. Selain itu, anak akan memiliki kesiapan memasuki suatu konteks pergaulan dengan berbagai bahasa dan budaya. Sehingga ketika dewasa anak akan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan bisa berprestasi . Mustafa (2007) menambahkan bahwa pemahaman dan apresiasi anak terhadap bahasa dan budayannya sendiri juga akan berkembang jika anak mempelajari bahasa asing sejak dini. Alasannya karena mereka akan memiliki akses yang lebih besar terhadap bahasa dan budaya asing.

Keterkaitan antara bahasa dengan budaya memang seperti dua sisi mata uang. Ketika mempelajari suatu bahasa maka otomatis kita akan mempelajari kebudayaan, nilai-nilai sosial, moral dan kemasyarakatan si penutur bahasa dan setting dimana bahasa tersebut digunakan. Pengaksesan bahasa asing sejak dini akan membuat anak secara otomatis mempelajari budaya masyarakat penutur asli bahasa tersebut.

Kedudukan Bahasa Inggris di Indonesia merupakan bahasa asing pertama. Kedudukan tersebut berbeda dengan bahasa kedua. Mustafa (2007) dalam hal ini menyatakan bahwa bahasa kedua adalah bahasa yang dipelajari anak setelah bahasa ibunya dengan ciri bahasa tersebut digunakan dalam lingkungan masyarakat sekitar. Sedangkan bahasa asing adalah bahasa negara lain yang tidak digunakan secara umum dalam interaksi sosial. Kedudukan Bahasa Inggris di Indonesia tersebut mengakibatkan jarang digunakannya Bahasa Inggris dalam interaksi sosial di lingkungan anak. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris karena pemerolehan bahasa asing bagi anak berbanding lurus dengan volume, frekuensi dan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pelaksanaan program pembelajaran dengan pengantar Bahasa Inggris tersebut mendapat berbagai kendala mengingat kedudukan Bahasa Inggris di Indonesia sebagai first foreign languange (bahasa asing pertama). Artinya, Bahasa Inggris hanya menjadi bahasa pada kalangan tertentu, tidak digunakan oleh masyarakat umum seperti jika kedudukannya sebagi bahasa kedua. Hal ini menyebabkan kurangnnya interaksi anak terhadap Bahasa Inggris. Selain itu terdapat juga berbagai pendapat mengenai pemerolehan bahasa kedua atau bahasa asing yang bisa mempengaruhi perkembangan bahasa ibu.

In general, speech-language problems are less likely to occur when both languages are introduced early and simultaneously. There is a greater possibility of problems if children are introduced to a second language during the preschool years after another language was used exclusively. Some people believe that if a second language is introduced before the first language is fully developed, the development of the first language may be slowed or even regress. Others believe that the skill level of the second language will develop only to that of the first.

Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa secara umum terjadi masalah jika anak dikenalkan pada dua bahasa secara bersamaan pada usia dini. Terutama ketika dikenalkan pada usia pra sekolah setelah bahasa ibu sudah sering digunakan. Pendapat lainnya menjelaskan bahwa jika bahasa kedua dikenalkan sebelum bahasa pertama benar-benar terkuasai, maka bahasa pertama perkembangannya akan lambat dan bahkan mengalami regresi. Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa bahasa kedua akan terperoleh ketika bahasa pertama sudah dikuasai.

Berbagai pendapat tersebut menjadi permasalahan tersendiri mengenai pembelajaran anak usia dini yang menggunakan Bahasa Inggris dalam konteks Bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Indonesia. Perlu pengembangan program yang mapan dan berkesinambungan untuk menciptakan suatau program yang memang efektif untuk diteraplan di lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia, mengingat kedudukan Bahasa Inggris itu sendiri sebagai first foreign language.
http://parentingislami.wordpress.com/2008/06/10/program-pendidikan-anak-usia-dini-paud-dengan-pengantar-bahasa-inggris/

Mendidik Anak Mencintai Ilmu

Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu pada waktu kecil adalah seperti memahat batu, sedangkan perumpamaan
mempelajari ilmu ketika dewasa adalah seperti menulis di atas air. [HR. ath-Thabrani dari Abu Darda' ra].
Dalam sejarah, tidak ditemukan suatu agama yang mendorong pemeluk-nya untuk memberikan pengajaran kepada
anak-anak seperti Islam. Islam menjadikan seorang Muslim memiliki antusiasme yang sangat tinggi untuk belajar dan
mengajar. Antusiasme inilah yang menjadikan mereka sangat isimewa sepanjang sejarahnya yang panjang. Apalagi bagi
mereka, menuntut ilmu adalah ibadah yang paling utama, yang bisa dijadikan media untuk mendekatkan diri kepada
Allah.
Masa kanak-kanak merupakan fase yang paling subur untuk melakukan pembinaan keilmuan dan pemikiran. Pada
masa ini daya tangkap dan daya serap otak mereka berada pada kemampuan maksimal; dada mereka lebih longgar dan
lebih hapal terhadap apa yang mereka dengar. Abu Hurairah ra. meriwayatkan secara marfk', bahwa Rasulullah saw.
bersabda (yang artinya): Siapa yang mempelajari al-Quran ketika masih muda, maka al-Quran itu akan menyatu dengan
daging dan darahnya. Siapa yang mempelajarinya ketika dewasa, sedangkan ilmu itu akan lepas darinya dan tidak
melekat pada dirinya, maka ia mendapatkan pahala dua kali. (HR al-Baihaqi, ad-Dailami, dan al-Hakim).
Agar para orangtua dapat mengarahkan anak melangkah menuju ilmu, belajar, serta mencintai ilmu dan ulama, ada
beberapa hal penting yang harus ditempuh:
1. Tanamkan bahwa menuntut ilmu adalah perintah Allah Swt.
Kecintaan anak kepada Allah, yang seyogyanya sudah terlebih dulu ditanamkan, akan memunculkan ketaatan pada
perintah-Nya dan takut akan azab-Nya, termasuk dalam menuntut ilmu. Cinta dan takut kepada Allah akan
memunculkan sikap konsisten dalam mencari ilmu tanpa bosan dan dihinggapi rasa putus asa.
2. Tanamkan bahwa al-Quran adalah sumber kebenaran.
Al-Quran sebagai sumber kebenaran (QS al-Maidah [5]: 48) sejak awal harus disampaikan oleh orangtua kepada anak.
Semua yang benar menurut al-Quran itulah yang harus dan boleh dilakukan. Ini memerlukan keteladanan orangtua.
Dengan begitu, anak akan melihat realisasi al-Quran sebagai sumber kebenaran dalam setiap perilaku orangtuanya.
Begitu pula ketika menilai suatu keburukan, semuanya dinilai dengan standar al-Quran.
3. Ajarkan metode belajar yang benar menurut Islam.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan dalam kitab As-Syakhshiyah al-Islımiyyah jilid 1, bahwa Islam mengajarkan
metode belajar yang benar, yaitu:
1. Mempelajari sesuatu dengan mendalam hingga dipahami apa yang dipelajari dengan benar.
2. Meyakini ilmu yang sedang dipelajari hingga bisa dijadikan dasar untuk berbuat.
3. Sesuatu yang dipelajari bersifat praktis, bukan sekadar teoretis, hingga dapat menyelesaikan suatu masalah.
Dalam mempelajari alam semesta, misalnya, dikatakan secara teoretis bahwa bulan mengelilingi bumi. Untuk
menjadikannya sebagai pemahaman yang mendalam haruslah anak diajak melihat fakta bulan, yang dari hari ke hari
berubah bentuk dan besarnya. Dengan demikian, anak pun menjadi yakin bahwa perubahan tanggal setiap harinya
adalah karena peredaran bulan. Dengan begitu, ia dapat mengetahui bahwa menentukan tanggal satu Ramadhan,
misalnya, adalah dengan melihat bulan.
4. Memilihkan guru dan sekolah yang baik bagi anak.
Guru adalah cermin yang dilihat oleh anak sehingga akan membekas di dalam jiwa dan pikiran mereka. Guru adalah
sumber pengambilan ilmu. Para Sahabat dan Salaf ash-Shılih sangat serius di dalam memilih guru yang baik bagi anakanak
mereka.
Ibnu Sina dalam kitabnya, As-Siyısah, mengatakan, "Seyogyanya seorang anak itu dididik oleh seorang guru yang
mempunyai kecerdasan dan agama, piawai dalam membina akhlak, cakap dalam mengatur anak, jauh dari sifat ringan
tangan dan dengki, dan tidak kasar di hadapan muridnya."
Imam Mawardi (dalam Nash+hah al-Mulkk hlm. 172) menegaskan urgensi memilih guru yang baik dengan mengatakan,
ST Gallery
http://st-gallery.com Powered by Joomla! Generated: 7 March, 2009, 16:54
"Wajib bersungguh-sungguh di dalam memilihkan guru dan pendidik bagi anak, seperti kesungguhan di dalam
memilihkan ibu dan ibu susuan baginya, bahkan lebih dari itu. Seorang anak akan mengambil akhlak, gerak-gerik, adab
dan kebiasaan dari gurunya melebihi yang diambil dari orangtuanya sendiri."
Begitupun memilihkan sekolah yang baik yang di dalamnya diajarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan agama,
apalagi yang merusak akidah anak-anak Muslim. Banyak orangtua memilih sekolah untuk anaknya sekadar agar anak
dapat memperoleh ilmu dan prestasi yang bagus, tetapi lupa akan perkembangan kekokohan akidah dan akhlaknya.
Namun demikian, tentulah guru yang paling pertama dan utama adalah orangtuanya, dan sekolah yang paling pertama
dan utama adalah rumah tempat tinggalnya bersama orangtua.
5. Mengajari anak untuk memuliakan para ulama.
Abu Umamah ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya): Ada tiga manusia, tidak ada yang
meremehkan mereka kecuali orang munafik. Mereka adalah orangtua, ulama, dan pemimpin yang adil. (HR ath-
Thabrani).
Ulama adalah pewaris para nabi. Memuliakan dan menghormati mereka, bersikap santun dan lembut di dalam bergaul
dengan mereka, adalah di antara adab yang harus dibiasakan sejak kanak-kanak. Memuliakan ulama menjadikan anak
akan memuliakan ilmu yang diterimanya, yang dengannya Allah menghidupkan hati seseorang. Abu Umamah ra. juga
menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya): Sesungguhnya Luqman berkata kepada putranya,
"Wahai anakku, engkau harus duduk dekat dengan ulama. Dengarkanlah perkataan para ahli hikmah, karena
sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang
mati dengan hujan deras." (HR ath-Thabrani).
6. Membiasakan seluruh keluarga membaca dan menghapal ayat-ayat al-Quran dan Hadis Nabi saw.
Dalam membina akidah anak, mengajarkan al-Quran dan Hadis Nabi saw. adalah hal yang utama dalam membentuk
mentalitas anak. Keduanya merupakan sumber untuk menghidupkan ilmu yang akan menyinari dan menguatkan akal.
Para Sahabat ra. sangat berambisi sekali mengikat anak-anak mereka dengan al-Quran. Anas bin Malik ra., setiap kali
mengkhatamkan al-Quran, mengumpul-kan istri dan anak-anaknya, lalu berdoa untuk kebaikan mereka.
Pada masa Rasulullah saw. masih hidup, Ibnu Abbas ra. telah hapal al-Quran pada usia sepuluh tahun. Imam Syafii
rahimahullıh telah hapal al-Quran pada usia tujuh tahun. Imam al-Bukhari mulai menghapal hadis ketika duduk dibangku
madrasah dan mengarang kitab At-Tır+kh pada usia 18 tahun.
7. Membuat perpustakaan rumah, sekalipun sederhana.
Mempelajari ilmu tak akan lepas dari kitab ataupun buku-buku sebagai media referensi yang senantiasa akan
memenuhi kebutuhan ilmu. Keberadaan perpustakaan rumah menjadi hal yang sangat penting untuk mengkondisikan
anak-anak seantiasa dekat dengan ilmu dan bersahabat dengan kitab-kitab ilmu.
Imam asy-Syahid Hasan al-Banna dalam Risılah-nya, Sarana Paling Efektif dalam Mendidik Generasi Muda dengan
Pendidikan Islam yang Murni, mengatakan, "Adalah sangat penting adanya perpustakaan di dalam rumah, sekalipun
sederhana. Koleksi bukunya dipilihkan dari buku-buku sejarah Islam, biografi Salafus Shılih, buku-buku akhlak, hikmah,
kisah perjalanan para ulama ke berbagai negeri, kisah-kisah penaklukan berbagai negeri, dan semisalnya…."
8. Mengajak anak menghadiri majelis-majelis kaum dewasa.
Nabi saw. pernah menceritakan bahwa beliau ketika masih kecil juga turut menghadiri majelis-majelis kaum dewasa.
Beliau mengatakan: "Aku biasa menghadiri pertemuan-pertemuan para pemuka kaum bersama pamanpamanku&
hellip;." (Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dengan sanad sahih dalam Musnad-nya [2/157] dan oleh Ahmad
[1/190]).
Dengan membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, akalnya akan meningkat, jiwanya akan terdidik, semangat dan
kecintaannya kepada ilmu akan semakin kuat. Wallıhu a'lam bi ash-shawıb.
Oleh: Rasyidah Munir

Mendidik Anak Taat Syariah

Oleh: Ummu Azkiya

Menjadi orangtua pada zaman globalisasi saat ini tidak mudah. Apalagi jika orangtua mengharapkan anaknya tidak sekadar menjadi anak yang pintar, tetapi juga taat dan salih. Menyerahkan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah tidaklah cukup. Mendidik sendiri dan membatasi pergaulan di rumah juga tidak mungkin. Membiarkan mereka lepas bergaul di lingkungannya cukup berisiko. Lalu, bagaimana cara menjadi orangtua yang bijak dan arif untuk menjadikan anak-anaknya taat pada syariah?
Asah Akal Anak untuk Berpikir yang Benar
Hampir setiap orangtua mengeluhkan betapa saat ini sangat sulit mendidik anak. Bukan saja sikap anak-anak zaman sekarang yang lebih berani dan agak ’sulit diatur’, tetapi juga tantangan arus globalisasi budaya, informasi, dan teknologi yang turut memiliki andil besar dalam mewarnai sikap dan perilaku anak.
“Anak-anak sekarang beda dengan anak-anak dulu. Anak dulu kan takut dan segan sama orangtua dan guru. Sekarang, anak berani membantah dan susah diatur. Ada saja alasan mereka!”
Begitu rata-rata komentar para orangtua terhadap anaknya. Yang paling sederhana, misalnya, menyuruh anak shalat. Sudah jamak para ibu ngomel-ngomel, bahkan sambil membentak, atau mengancam sang anak agar mematikan TV dan segera shalat. Di satu sisi banyak juga ibu-ibu yang enggan mematikan telenovela/sinetron kesayangannya dan menunda shalat. Fenomena ini jelas membingungkan anak.
Pandai dan beraninya anak-anak sekarang dalam berargumen untuk menolak perintah atau nasihat, oleh sebagian orangtua atau guru, mungkin dianggap sebagai sikap bandel atau susah diatur. Padahal bisa jadi hal itu karena kecerdasan atau keingintahuannya yang besar membuat dia menjawab atau bertanya; tidak melulu mereka menurut dan diam (karena takut) seperti anak-anak zaman dulu.
Dalam persoalan ini, orangtua haruslah memperhatikan dua hal yaitu: Pertama, memberikan informasi yang benar, yaitu yang bersumber dari ajaran Islam. Informasi yang diberikan meliputi semua hal yang menyangkut rukun iman, rukun Islam dan hukum-hukum syariah. Tentu cara memberikannya bertahap dan sesuai dengan kemampuan nalar anak. Yang penting adalah merangsang anak untuk mempergunakan akalnya untuk berpikir dengan benar. Pada tahap ini orangtua dituntut untuk sabar dan penuh kasih sayang. Sebab, tidak sekali diajarkan, anak langsung mengerti dan menurut seperti keinginan kita. Dalam hal shalat, misalnya, tidak bisa anak didoktrin dengan ancaman, “Pokoknya kalau kamu nggak shalat dosa. Mama nggak akan belikan hadiah kalau kamu malas shalat!”
Ajak dulu anak mengetahui informasi yang bisa merangsang anak untuk menalar mengapa dia harus shalat. Lalu, terus-menerus anak diajak shalat berjamaah di rumah, juga di masjid, agar anak mengetahui bahwa banyak orang Muslim yang lainnya juga melakukan shalat.
Kedua, jadilah Anda teladan pertama bagi anak. Ini untuk menjaga kepercayaan anak agar tidak ganti mengomeli Anda—karena Anda hanya pintar mengomel tetapi tidak pintar memberikan contoh.
Terbiasa memahami persoalan dengan berpatokan pada informasi yang benar adalah cara untuk mengasah ketajaman mereka menggunakan akalnya. Kelak, ketika anak sudah sempurna akalnya, kita berharap, mereka mempunyai prinsip yang tegas dan benar; bukan menjadi anak yang gampang terpengaruh oleh tren pergaulan atau takut dikatakan menjadi anak yang tidak ‘gaul’.

Tanamkan Akidah dan Syariah Sejak Dini
Menanamkan akidah yang kokoh adalah tugas utama orangtua. Orangtualah yang akan sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya sendi-sendi agama dalam diri anak. Rasulullah saw. bersabda:

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu dan bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR al-Bukhari).

Tujuan penanaman akidah pada anak adalah agar si anak mengenal betul siapa Allah. Sejak si bayi dalam kandungan, seorang ibu bisa memulainya dengan sering bersenandung mengagungkan asma Allah. Begitu sudah lahir, orangtua mempunyai kesempatan untuk membiasakan si bayi mendengarkan ayat-ayat al-Quran. Pada usia dini anak harus diajak untuk belajar menalar bahwa dirinya, orangtuanya, seluruh keluarganya, manusia, dunia, dan seluruh isinya diciptakan oleh Allah. Itu sebabnya mengapa manusia harus beribadah dan taat kepada Allah.
Lebih jauh, anak dikenalkan dengan asma dan sifat-sifat Allah. Dengan begitu, anak mengetahui betapa Allah Mahabesar, Mahaperkasa, Mahakaya, Mahakasih, Maha Melihat, Maha Mendengar, dan seterusnya. Jika anak bisa memahaminya dengan baik, insya Allah, akan tumbuh sebuah kesadaran pada anak untuk senantiasa mengagungkan Allah dan bergantung hanya kepada Allah. Lebih dari itu, kita berharap, dengan itu akan tumbuh benih kecintaan anak kepada Allah; cinta yang akan mendorongnya gemar melakukan amal yang dicintai Allah.
Penanaman akidah pada anak harus disertai dengan pengenalan hukum-hukum syariah secara bertahap. Proses pembelajarannya bisa dimulai dengan memotivasi anak untuk senang melakukan hal-hal yang dicintai oleh Allah, misalnya, dengan mengajak shalat, berdoa, atau membaca al-Quran bersama.
Yang tidak kalah penting adalah menanamkan akhlâq al-karîmah seperti berbakti kepada orangtua, santun dan sayang kepada sesama, bersikap jujur, berani karena benar, tidak berbohong, bersabar, tekun bekerja, bersahaja, sederhana, dan sifat-sifat baik lainnya. Jangan sampai luput untuk mengajarkan itu semua semata-mata untuk meraih ridha Allah, bukan untuk mendapatkan pujian atau pamrih duniawi.

Kerjasama Ayah dan Ibu
Tentu saja, anak akan lebih mudah memahami dan mengamalkan hukum jika dia melihat contoh real pada orangtuanya. Orangtua adalah guru dan orang terdekat bagi si anak yang harus menjadi panutan. Karenanya, orangtua dituntut untuk bekerja keras untuk memberikan contoh dalam memelihara ketaatan serta ketekunan dalam beribadah dan beramal salih. Insya Allah, dengan begitu, anak akan mudah diingatkan secara sukarela.
Keberhasilan mengajari anak dalam sebuah keluarga memerlukan kerjasama yang kompak antara ayah dan ibu. Jika ayah dan ibu masing-masing mempunyai target dan cara yang berbeda dalam mendidik anak, tentu anak akan bingung, bahkan mungkin akan memanfaatkan orangtua menjadi kambing hitam dalam kesalahan yang dilakukannya. Ambil contoh, anak yang mencari-cari alasan agar tidak shalat. Ayahnya memaksanya agar shalat, sementara ibunya malah membelanya. Dalam kondisi demikian, jangan salahkan anak jika dia mengatakan, “Kata ibu boleh nggak shalat kalau lagi sakit. Sekarang aku kan lagi batuk, nih…”

Peran Lingkungan, Keluarga, dan Masyarakat
Pendidikan yang diberikan oleh orangtua kepada anak belumlah cukup untuk mengantarkan si anak menjadi manusia yang berkepribadian Islam. Anak juga membutuhkan sosialisasi dengan lingkungan tempat dia beraktivitas, baik di sekolah, sekitar rumah, maupun masyarakat secara luas.
Di sisi inilah, lingkungan dan masyarakat memiliki peran penting dalam pendidikan anak. Masyarakat yang menganut nilai-nilai, aturan, dan pemikiran Islam, seperti yang dianut juga oleh sebuah keluarga Muslim, akan mampu mengantarkan si anak menjadi seorang Muslim sejati.
Potret masyarakat sekarang yang sangat dipengaruhi oleh nilai dan pemikiran materialisme, sekularisme, permisivisme, hedonisme, dan liberalisme merupakan tantangan besar bagi keluarga Muslim. Hal ini yang menjadikan si anak hidup dalam sebuah lingkungan yang membuatnya berada dalam posisi dilematis. Di satu sisi dia mendapatkan pengajaran Islam dari keluarga, namun di sisi lain anak bergaul dalam lingkungan yang sarat dengan nilai yang bertentangan dengan Islam.
Tarik-menarik pengaruh lingkungan dan keluarga akan mempengaruhi sosok pribadi anak. Untuk mengatasi persoalan ini, maka dakwah untuk mengubah sistem masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam mutlak harus di lakukan. Hanya dengan itu akan muncul generasi Islam yang taat syariah. Insya Allah. []

BOX:

Sembilan Tips Mendidik Anak Taat Syariah
Tumbuhkan kecintaan pertama dan utama kepada Allah.
Ajak anak Anda mengidolakan pribadi Rasulullah.
Ajak anak Anda terbiasa menghapal, membaca, dan memahami al-Quran.
Tanamkan kebiasaan beramal untuk meraih surga dan kasih sayang Allah.
Siapkan reward (penghargaan) dan sakgsi yang mendidik untuk amal baik dan amal buruknya.
Yang terpenting, Anda menjadi teladan dalam beribadah dan beramal salih.
Ajarkan secara bertahap hukum-hukum syariah sebelum usia balig.
Ramaikan rumah, mushola, dan masjid di lingkungan Anda dengan kajian Islam, dimana Anda dan anak Anda berperan aktif.
Ajarkan anak bertanggung jawab terhadap kewajiban-kewajiban untuk dirinya, keluarganya, lingkungannya, dan dakwah Islam. []

Al Waie edisi 64
http://baitijannati.wordpress.com/2007/02/04/mendidik-anak-taat-syariah/

My Collection